Rabu, 24 November 2010

Rahasia Senyum Rasullulah

Ketika kita membuka lembaran sirah kehidupan Rasulullah, Anda tidak akan pernah berhenti kagum melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi beliau. Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap kesempatan.

Sarana paling besar yang dilakukan Rasulullah dalam dakwah dan perilaku beliau adalah gerakan yang tidak membutuhkan biaya besar, tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk selanjutnya masuk ke relung kalbu yang sangat dalam. Jangan kita tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, menghilangkan kesedihan, membersihkan jiwa, menghancurkan tembok pengalang di antara anak manusia. Itulah ketulusan yang mengalir dari dua bibir yang bersih, itulah senyuman yang direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman, ketika Ia berkata kepada seekor semut,

Allah berfirman, “Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, ‘Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh’.” (QS. An Naml: 19).

Senyuman itulah yang senantiasa keluar dari bibir mulia Rasulullah dalam setiap perilakunya. Beliau tersenyum ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di majelis peradilan sekalipun.

Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari Muslim).

Suatu ketika Rasulullah didatangi seorang Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan menarik selendang Rasulullah, sehingga leher beliau membekas merah. Orang Badui itu bersuara keras, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan harta dari Baitul Maal!” Rasulullah menoleh kepadanya seraya tersenyum. Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya.

Ketika beliau memberi hukuman keras terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ikut serta dalam perang Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.

Ka’ab berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka, “Saya mendatangi Rasulullah dan ketika saya mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum, senyuman orang yang marah. Kemudian beliau berkata, ‘Kemari.’ Maka saya mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”

Suatu ketika Rasulullah melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa sahabat yang sedang membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu, beliau lewat dan tersenyum kepada mereka.

Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci, sampai akhir detik-detik hayat beliau.

Anas bin Malik berkata, “Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Rasulullah yang membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum kepada mereka!” (HR. Bukhari Muslim).

Sehingga tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-shabatnya, istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa dengannya!

Rasulullah telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu ‘menyihir’ hati dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman. Dan beliau mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan. Rasulullah bersabda, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi).

Subhanallah, Maha Suci Allah…

Meskipun sudah sangat jelas dan gamblang petunjuk Rasulullah dan praktek beliau langsung ini, namun kita masih banyak melihat sebagaian manusia masih berlaku keras terhadap anggota keluarganya, tehadap rumah tangganya dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya dan dari ketulusan hatinya.

Sebagian manusia ketika berbicara tentang senyuman, mengaitkan dengan pengaruh psikologis terhadap orang yang tersenyum. Mengkaitkannya boleh-boleh saja, yang oleh kebanyakan orang boleh jadi sepakat akan hal itu. Namun, seorang muslim memandang hal ini dengan kaca mata lain, yaitu kaca mata ibadah, bahwa tersenyum adalah bagian dari mencontoh Rasulullah yang disunnahkan dan bernilai ibadah.

Para pakar dari kalangan muslim maupun non muslim melihat seuntai senyuman sangat besar pengaruhnya. Dale Carnegie dalam bukunya yang terkenal, Bagaimana Anda Mendapatkan Teman dan Mempengaruhi Manusia, menceritakan, “Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”

Carnegie menambahkan, “Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan biaya sedikitpun, bahkan membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang memberinya, justeru akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya. Senyum juga tidak memerlukan waktu yang bertele-tele, namun membekas kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang tidak memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya.”

Betapa kita sangat membutuhkan sosialisasi dan penyadaran petunjuk Rasulullah yang mulia ini kepada umat. Dengan niat pendekatan diri kepada Allah lewat senyuman, dimulai dari diri kita, rumah kita, bersama istri-istri kita, anak-anak kita, teman sekantor kita. Dan kita tidak pernah merasa rugi sedikit pun! Bahkan kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika kita menahan senyuman, menahan sedekah ini, dengan selalu bermuka masam dan cemberut dalam kehidupan. Orang yang selalu cemberut tidak menyengsarakan kecuali dirinya sendiri. Bermuka masam berarti mengharamkan menikmati dunia ini. Dan bagi siapa saja yang mau menebar senyum, selamanya ia akan senang dan gembira.

 http://baldanur.blogspot.com/2010/11/rahasia-senyum-rasulullah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kalo sudah dibaca,jangan lupa komentarnya yaaahhhh...trima kasihhh...
=)